"Mit, disini aja. Diem aja daritadi" ajak Devi sahabatnya
Mitapun menghampiri sahabatnya. Dia diam, tak tau mengapa sahabatnya akhir-akhir ini mendiamkannya.
"Sekarang lebih baik lo bicarain" ucap Devi ke Caca dan Riri
"Tapi gue takut! Gue ga siap" jawab Riri
"Udah, lo bicarain aja" sambung Caca
Mereka terdiam sejenak. Entah apa yang akan dibicarakan. Akhirnya Devipun angkat bicara
"Jadi begini, Mit, tapi lo jangan marah ya" ucap Devi
"Gue ga marah. Gue lebih seneng kalian jujur sama gue" jawab Mita
"Jadi sebenarnya, Adit itu mengira kalau Riri itu adalah Mita. Ngerti ga?" ucap Devi
"Iyah, gue ngerti" jawab Mita
Seketika itu juga tangis pecah.. Air mata terjatuh dari bola mata Mita dengan derasnya. Disertai sesak yang begitu membuncah di dadanya. "SESAK! MUAK! Kebodohan macam apalagi ini?!! Lalu, bagaimana dengan semua hari saat aku dan dia bertatap? Semua percuma? AH!!" jeritnya dalam hati
"Please, Mit, lo jangan marah ya sama gue. Lo boleh nangis kok, gue ngerasain banget" ucap Riri
Genggaman tangan Riri semakin kencang, berusaha menegarkan sahabatnya itu.
***
Setelah semua pengakuan itu terbongkar, Mita berjanji tak akan memberitahu siapapun.
"Mit, mau kemana?" tanya Devi
"Mau pulangin barangnya Adit dulu!"
"Jangan, Mit! Besok saja!" ucap Devi
"Jangan, Mit! Besok saja!" ucap Devi
Ia menghiraukan perkataan sahabatnya. Mita bergegas ke parkiran, karena disana ada Adit dan rombongan kelas Adit yang sudah pulang
"Git, ada Adit?" tanya Mita
"Itu, Mit" jawab Gita sambil menunjuk ke arah parkiran motor
Datang Jesi, sahabat Adit sekaligus juga sahabat Mita
"Mitaaaaaaaa" ucap Jesi, heboh
"Iya, Jes" jawab Mita
"Mita kenapa? Kok matanya merah?" tanya Jesi
"Gapapa kok. Mita gapapa"
"Bohong! Mita habis nangis, ya?"
"Engga! Mita gapapa, Jes"
"Mita ga bisa bohong!" ucap Jesi
"Engga! Mita gapapa, Jes"
"Mita ga bisa bohong!" ucap Jesi
Setelah Adit lewat dihadapan Mita, Mitapun mengembalikan semua barang Adit yang sempat dipinjamnya. Mita langsung berlari memasuki area sekolah lagi. Tak peduli dia dipanggil oleh Jesi atau siapapun. Untuknya, Ia lebih nyaman segera pergi dari Adit daripada harus menjatuhkan air mata di depan orang yang tidak mengetahui tentang isi hatinya lagi. Mita sudah terlalu kuat menghadapi ini. Tapi dia tetap tidak ingin terlihat lemah. Ada tangis dibalik setiap senyum dan tawanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar