Selasa, 24 Desember 2013

Membunuh Prasangka

Aku berusaha membunuh semua prasangka yang mengkhawatirkan tentang kamu. Setiap aku merasakan ketakutan itu, akupun tak tau mengapa itu selalu terjadi. Tapi aku mau untuk terbuka dengan kamu.
Sebenarnya aku yakin kamu tidak mungkin melakukan ‘itu’. Tapi bagaimana jika selama ini aku yang bertahan sendiri mengembangkan rasa, menahan asa juga kekhawatiran? Sikap kamu yang berhasil menenangkanku. Aku tau sebenarnya jawaban kamu singkat, tepat pada sasaran hingga aku terbius dengan jawaban kamu.
Ini dia seninya. Seni dari hubungan jarak jauh yang aku baru rasakan. Berbeda dari hubunganku sebelum-sebelumnya. Semuanya hebat. Dari mulai aku harus belajar mempercayai, belajar dewasa dengan pasangan, hingga akhirnya bagian yang belum ku tamatkan, belajar membunuh prasangka tidak baik terhadap pasangan.
Coba kalau kita saling terbuka. Semuanya baik-baik saja sepertinya dan memang sampai saat ini masih baik-baik saja, hanya sifatku yang bertolak-belakang dengan sifatnya. Aku agresif, childish, pencemburu, bahkan dia bilang aku nyolot dan mengesalkan namun hanya untuk candaan. Sifat dia yang kadang ambigu, sukanya langsung to the point, aku anggap dia dewasa, bahkan dia bukan sama sekali orang yang pencemburu.
Jujur saja aku kadang tidak terima dengan perlakuan kamu. Tapi lama kelamaan aku tahu kok, itu juga buat aku, buat kita. Seperti halnya waktu aku meminta kejelasan tentang statusku. Aku cemburu. Cemburu berat dengan teman perempuan kamu, cemburu dengan mantan kamu yang masih dekat dengan kamu, apalagi dengan mantan  hati kamu yang sepertinya menyesal telah menyiakan kamu.

“APA PERLU AKU PENGUMUMAN KALAU KAMU PACAR AKU?”

Bukan itu yang aku mau, percayalah:’) yang aku maksud, coba kamu kalau di social media juga jangan gengsi membalas mentionku. Toh mentionku tidak ada yang berkata “SAYANG”, aku tetap memanggilmu “KAKAK”. Seringkali kamu hanya menganggap mention atau tweetku tentang kamu hanya angin lalu. Tapi ya sudahlah, aku tahu maksud dan tujuanmu adalah mendewasakanku. Maafkan anak kecilmu ini ya yang sering merepotkan kamu.
Benarkah kita terbiasa dengan waktu berhubungan? Benarkah kita terbiasa dengan jarak yang membuat kita dekat? Tidak seperti sekarang yang sering berhubungan, sudah satu kota tetapi menjadi hambar, datar? Kalau begitu, bolehkah aku meminta kembali perhatian kamu yang dulu? Aku rindu. Sangat rindu :’)


Suatu saat sadarlah kak, aku adik kecilmu yang sudah lama menunggumu, sudah lama ternyata perasaan itu ada, dan sudah lama pula aku mempedulikanmu. Suatu saat nanti sadarlah, aku selalu disini. Menjaga yang satu ini (re: hati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar