Beberapa pesan darinya kini menjadi salah satu hal yang amat menakutkan untuk dibaca. Aku tak pernah seenggan ini membuka ponsel dan membaca pemberitahuan itu.
"Dari siapa?"
"Tak penting"
"Kalau tak penting, kenapa kamu semuram itu? Jangan bilang kamu ingin menangis"
"Tidak. Aku tidak ingin"
"Oh ayolah. Kamu tak perlu sungkan bercerita kepada sahabatmu ini tentang apa yang terjadi padamu. Siapa dia?" Pertanyaan yang sebenarnya tak ingin dijawab. Tapi apa daya, dia sahabatku. Aku menghargai kebaikannya. Bercerita mungkin menghilangkan sedikit beban yang terpendam.
"Kalau cara kalian yang lalu seperti itu, bukankah semua orang akan tau apa yang tersurat diantara kalian?"
"Tidak. Mereka salah paham"
"Mereka tidak pernah salah. Kalianlah yang salah!"
"Lalu kau mendefinisikan bahwa aku salah?" tanyaku agak tegas.
"Ya, kamu salah. Dia salah"
"Mengapa?"tanyaku
"Kau pasti menyadarinya. Tidak mungkin kau tidak mengharapkannya jika setiap dia tak ada, kau mencarinya. Tidak mungkin kau menganggapnya biasa, jika tiap tingkahnya yang tak kau duga membuat hatimu bergemuruh" balasnya tepat mengenai posisiku.
Mungkin dia benar dan mungkin akupun menyadarinya. Semua perkataannya benar. Aku berharap. Berharap pada orang yang belum tentu mengharapkanku. Apa aku berharap pada orang yang salah? Aku hanya menyimpan harapanku rapih agar aku tak terlihat terlalu naif.
Suatu saat mengertilah..
Aku yang tak kau harapkan, menyimpan berbagai harapan akanmu..
Mengertilah, pahamilah..
Tapi tak usah kau tindak lanjuti :-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar