Dear
pangeran bertopeng ...
Hai, topeng?
Masih
ingatkah kamu dengan bird?
Dulu kamu
sering sekali memanggilku dengan ucapan itu hingga akhirnya semua berubah.
Berubah menjadi lebih indah.
Hai topeng,
perlu kah aku ingatkan kamu tentang sesuatu?
Dulu kita
pernah menyemangati satu sama lain hingga akhirnya benar-benar berjalan sendiri.
Dulu kita
pernah menyayangi satu sama lain. Oh tunggu, mungkin hanya aku yang menyayangi.
Dulu kita
pernah saling bercerita tentang
hari-hari yang kita lalui, sebelum akhirnya cerita-cerita itu hanya ribuan lembar
cerita yang mampu kupandangi dengan menganga.
Peng,
terlalu banyak kata-kata yang kau ucapkan yang membuat hatiku berubah.
Jangan jangan
bunga-bunga itu jatuh dari kepal tanganmu yang sengaja kau taburi di hidupku,
seakan aku adalah makamnya?
Harusnya sejak
awal ini tak pernah terjadi.
Maksudku,
harusnya perkenalan kita ini berjalan sewajarnya. Aku salah. Terlalu memakai
hati yang semestinya tak ku pakai.
Maafkan aku
masuk diantara kau dan dia.
Seharusnya sebagai
wanita, aku mengerti apa yang dia rasakan. Tapi nyatanya aku benar-benar lupa
mungkin terlena.
Seharusnya dari
awal kau meyakinkanku bahwa kita tidak mungkin bertemu. Tapi nyatanya hingga
detik ini aku masih berusaha kita bisa bertemu.
Kamu ingat
kan dulu pernah menyuruhku untuk memilih perguruan tinggi di Semarang? Kamu ingat
kan kamu pernah menyuruhku jika sedang berlibur di Jawa Tengah untuk mampir ke
Semarang. Sekedar untuk bertemu kamu.
Sekarang rasanya
sia-sia. Aku agak kecewa. Walau sebenarnya tak pantas untuk berkata kecewa.
Semua tiket
sudah kupesan jauh-jauh hari, tapi
seketika kamu berubah. semua data perguruan tinggi sudah ku isi, tapi
kamu menjauh seakan tak mengenalku.
Sekarang rasanya
aku takut untuk membaca beberapa percakapan kita dulu. Aku takut malamku pilu. Bayangmu
selalu muncul tanpa permisi.
“Mungkinkah kau mencitai diriku selama-lamanya,
hingga
maut memisahkan ..
Bukan hanya cinta yang sesaat trus menghilang,
bila hasrat
tlah usai”
Kamu masih ingat kutipan lagu itu kan? Aku harap masih ~